Trilogi Pelajar (Belajar, Berjuang, Bertaqwa)
Oleh : Edi Hermawan
Tentunya sudah tidak asing lagi bagi seluruh kader Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) ketika
mendengar Trilogi Pelajar, yaitu Belajar, Berjuang dan Bertaqwa. Trilogi
tersebut merupakan motto atau semboyan semangat juang generasi muda NU
dalam mengibarkan panji-panji IPNU dan IPPNU.
Belajar, berjuang dan bertaqwa merupakan kata dasar yang sepele.
Namun di balik semua itu, trilogi ini jika di fahami sangat lah
Universal dan jika di kaji maka sangat mendalam kajiannya. Trilogi yang
selalu menjadi pedoman bagi pelajar NU dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai Kader Muda NU untuk mempersiapkan diri menjadi penerus
perjuangan para ulama. Maka sangat tidak baik jika sampai kader muda NU
tidak memahami arti dari sebuah trilogi tersebut.
Pertama, kader muda NU dibekali dengan kata Belajar. Penempatan kata
yang sangat tepat didahului kata Belajar. Kenapa bukan Berjuang terlebih
dahulu?
Sangat tidak rasional seseorang akan berjuang tanpa terlebih dahulu
belajar. Apa yang akan diperjuangkan?. Zaman akhir ini perjuangan bukan
lagi dengan memegang senjata seperti para pejuang terdahulu, akan
tetapi berjuang melawan moral.
Kembali pada kata Belajar, definisinya pastinya sudah mengerti,
tuntutlah ilmu walau di antaramu dan antara ilmu terdapat lautan api
“Uthlubul Ilma Walau Bainaka Wabainahu Bahrun Minannar”. Namun d isini
kami akan membahas cara Belajar di dalam organisasi IPNU IPPNU untuk
mencapai kader yang sesuai dengan harapan NU.
Kedua, setiap kader belajar untuk memahami karakter anggotanya,
karena di dalam organisasi berkumpul bermacam jenis karakter seseorang,
yang nantinya disatukan pemikirannya dalam satu visi yang sama.
Terutama pada sikap seorang Ketua yang memimpin anggotanya, sudah
barang tentu harus bijaksana dalam mengambil keputusan, memahami dan
menerima semua pendapat dimana loyalitas ketua harus memperhatikan loyal
ke atas, loyal ke samping dan loyal ke bawah.
Meskipun seorang ketua pada dasarnya di dalam Banom NU yang paling
dasar yaitu IPNU IPPNU, tidak ada seorangpun yang merasa paling
menguasai. Konteksnya disini masih tahap belajar, tidak ada yang merasa
paling benar atau pun disalahkan.
Terkadang beberapa kader terbawa nafsu amarahnya, yang akhirnya
munculah sifat arogansi karena merasa memiliki jabatan yang tinggi.
Maka kepemimpinan seseorang tersebut belum sesuai dengan kader NU yang
sebenarnya. Setiap kader harus pandai dalam merawat dan menjaga
anggotanya.
Ketiga, belajar dari sejarah dan problematika yang berkembang pada bangsa dan negara, terlebih pada lingkungan setempat.
Kelemahan dan kemunduran kader muda NU juga karena kurangnya wawasan
pada setiap individu. Melemahnya wawasan tersebut karena malas atau
tidak tertarik lagi dalam membaca sejarah dan keingintahuan mengenai
tentang IPNU, IPPNU, NU, problematika negara dan sebagainya.
Zaman sekarang sudah tidak sulit dalam mencari informasi atau
pengetahuan yang lain, karena fasilitas internet sudah sangat efektif
menjadi kendaraan seseorang dalam mengetahui berbagai informasi dan ilmu
pengetahuan.
Kegemaran dalam membaca buku-buku juga saat ini sudah mulai tidak
dilirik, yang akhirnya banyak kader yang pandai berbicara akan tetapi
tidak berbobot penyampaiannya karena kuarangnya ilmu pengetahuan yang
dimiliki.
Faktor yang lain, tradisi ngopi bareng plus udud. Kebiasaan yang
dilakukan kebanyakan warga NU dalam tukar pikir dan sharing ilmu.
Kebiasaan ini sudah sering dilakukan para senior dan pembina, sambil
moci diskusi kecil-kecilan, tidak lain membahas seputar organisasi dan
perkembangannya.
Akan tetapi saat ini sudah mulai tidak diikuti. Salah satu contoh
ketika sowan kepada ulama, pengurus NU, pembina, duduk belum ada 1 jam
sudah mulai merasa gelisah. Heran, padahal ketika pengurus IPNU IPPNU
rapat atau sekedar berkumpul bisa berjam-jam, harus dapat dipilah
seharusnya, dimana duduk bersama orang-orang yang lebih tinggi atau
sepuh banyak ilmu yang didapatkan dari pengalaman-pengalaman beliau.
Kata Semboyan berikutnya adalah Berjuang. Saya ingat betul ketika
Abah KH Amhad Ubaidillah Muzakki yang merupakan pengasuh Ponpes
Mafatikhul Huda Sendangasri mengatakan, “Jika kamu ingin menjadi orang
besar harus memulainya dari bawah dalam memperjuangkan semua cita-citamu
dan kamu harus memperjuangkan faham Aswaja yang telah diwariskan oleh
Pendiri NU. Jika begitu yakinlah hidupmu akan mulya di kemudian hari.”
Begitulah kurang lebihnya yang beliau sampaikan. Sebuah motivasi
untuk setiap kader IPNU IPPNU dalam mengawal Aswaja di Nusantara
khususnya dan Internasional pada umumnya. Penempatan yang sangat tepat,
kata berjuang diletakan setelah Belajar, bila tanpa didasari dengan ilmu
yang kita miliki, lalu apa yang akan diperjuangkan.
Hasil daripada perjuangan yang sudah dikerjakan hasilnya akan
terlihat antara berjuang yang didasari ilmu (pengetahuan dan akhlaq)
dengan yang tidak, atau juga berbeda antara yang hanya menggunakan
pengetahuan saja tanpa akhlaq (ta’dhim, tawadhu, dll) dengan yang
menggunakan akhlaq, masih lebih baik yang menggunakan akhlaq meskipun
pengetahuannya kurang, karena dengan akhlaq akan selalu menerima dan
membuka diri dari masukan-masukan orang lain.
Dalam berjuang setiap kader tentunya sudah siap menerima berbagai
masalah. Dan yang lebih berat ketika menghadapi masalah internal, karena
bila internal (pengurus dan anggota) sampai terpecah, lalu bagaimana
kita berjuang menghadapi masalah eksternal (Kelompok radikal atau
permasalahan bangsa negara). Menjaga kondisi kader untuk tetap berada
pada garis perjuangan saja sudah sangat berat sekali, belum sampai ke
doktrin untuk dicetak militansinya. Harus dengan etika yang baik,
cerdas, sabar dan tawakal dalam menjaga dan merawat kader.
Terakhir adalah Bertaqwa. Sesuai dengan definisinya, yaitu
menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjahui segala
larangan-laranganNya. Semua yang mengatur bumi dan langit adalah Allah
SWT, termasuk perjuangan seseorang didalam organisasi, dari masalah
sampai hasil adalah sepenuhnya Ketentuan Allah SWT.
Pada akhirnya tertuang dalam sebuah hadist “ Al Imanu Nguryanun
Walibasuttaqwa wazinatul haya wastamrotul Ilmi “ yang demikian untuk
menjadi pegangan seseorang dalam kehidupan ini agar selalu sabar dalam
menyikapi permasalahan yang terjadi, ikhlas dalam berjuang, tawakal dari
ikhtiar yang sudah dilakukan.
Insya Allah bila perjuangan dilandasi ketaqwaan, Allah SWT akan
selalu memudahkan dalam setiap permasalahannya dan mencukupi segala
kebutuhan hambaNya.
Pelajar NU diperkenalkan dengan Trilogi ini agar kiranya menjadi
sebuah pemikiran dasar bagi seorang pelajar agar memahami diri sendiri
dalam semua komponen bahwa sepandai pandainya manusia akan ternilai dari
seberapa besar dia dalam mengimplementasi trilogi pelajar dalm
kehidupan Sehari. Wallahualam.
(Penulis adalah Ketua PC IPNU Lampung Tengah periode 2013-2016)
0 komentar:
Posting Komentar